Pada tahun 2019 lalu, Amartha Mikro
Fintek (Amartha) mulai mengkaji model bisnis baru, yakni dengan sistem syariah
yang merupakan rekomendasi dari Dewan Syariah Ulama Indonesia (DSN MUI).
Sehingga, Amartha menyikapi hal ini dengan berbagai pertimbangan antara
pembuatan perusahaan baru atau hanya menjadikan sistem syariah sebagai slah
satu unit saja.
Sehingga, pada awal pendiriannya, sistem syariah ini hanya berlaku sebagai
unit lalu seiring berjalannya waktu menjadi sebuah Perusahaan seperti yang
kerap dijumpai saat ini. Sehingga, sejak awal pendirian unit syariah ini,
Amartha telah memutuskan untuk tunduk dan patuh terhadap segala keputusan serta
kebijakan yang ditetapkan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Meski awalnya berupa unit bukan sebuah perusahaan, namun pengelolaan dan
operasional tetap berjalan sebagaimana mestinya karena Amartha cenderung
memiliki sistem holding perusahaan yang mana bisa menaungi unit-unit yang ada
dalam perusahaan. Maka, ketika menginginkan sebuah perusahaan baru dibutuhkan
tidak sedikit waktu dengan segala kemungkinan dan resiko yang akan muncul.
Oleh sebab itu, alasan mengapa Amartha tidak langsung mendirikan perusahaan
khusus syariah yang melayani pinjaman syariah, kredit dan investasi syariah karena dari pihak internal ingin membentuk opsi
terbaik sebelum terjun dalam sebuah perusahaan. Di lain sisi, sebenarnya
Amartha sudah memiliki konsep operasional yang mirip-mirip dengan syariah yakni
penggunaan akad, bagi hasil dan sejenisnya yang kerap dijumpai dalam beberapa
produk keuangan berbasis syariah.
Sehingga, Amartha memiliki potensi pengembangan sistem syariah jauh lebih
besar dibandingkan lending fintech lainnya. Ditambah lagi adanya beberapa
rujukan dan rekomendasi dari pihak-pihak yang berwenang seperti Dewan Syariah
Ulama Indonesia (DSN MUI) yang telah disebutkan di atas serta Dewan Pengawas
Syariah (DPS), meski saat ini belum aktif. Pemberian rekomendasi telah
dilakukan sejak awal tahun 2019 sebagai syarat pendaftaran platform syariah
Amartha di dalam OJK.
Berdasarkan data yang dikeluarkan pada Agustus 2019, terdapat sembilan
lending fintech berbasis syariah di Indonesia yang telah terdaftar. Sedangkan
Amartha syariah telah terdaftar pada bulan Mei, sehingga sudah termasuk dalam
hitungan data OJK pada Agustus tersebut. Kebanyakan fintech yang telah
terdaftar juga berupa unit bukan perusahaan, sama halnya dengan Amartha saat
awal pendiriannya.
Selanjutnya mengenai rencana bisnis dan perluasan usaha Amartha di bidang
Syariah masih terus dikaji oleh pihak internal. Selain itu, OJK masih
mempertimbangkan dan membahas hal ini lebih lanjut. Mengenai perizinan tentang
boleh atau tidaknya, kelak akan dipatuhi oleh Amartha sampai konsekuensi karena ia merupakan bagian yang telah
terdaftar di dalamnya. Adapun beberapa usaha dan bisnis syariah yang masih
terus dikaji dan dikembangkan saat itu ialah kredit syariah yang bisa dilakukan melalui cicilan berupa utang
tunai atau barang-barang berharga lainnya.